Hasilkan Makanan Galendo, Dulu Ciamis Daerah Penghasil Kelapa Terbesar
Kabupaten
Ciamis, Jawa Barat, tak hanya dikenal sebagai daerah yang menyimpan segudang
jejak sejarah dan peninggalan Kerajaan Galuh, tetapi makanan dari olahan
berbahan kelapa pun sama menjadi bagian perjalanan sejarah peradaban masyarakat
Tatar Galuh Ciamis. Dari sejarah olahan berbahan kelapa itu, menghasilkan
sebuah makanan tradisional khas Ciamis, yaitu Galendo. Selain itu, Ciamis pun
dulunya sempat dikenal sebagai daerah penghasil minyak kelapa terbesar di pulau
jawa.
Mungkin
anda akan asing ketika mendengar makanan Galendo. Ya, pasti. Karena Galendo
hanya ada di Ciamis. Selain itu, pengolahan pembuatan Galendo pun cukup rumit
tak seperti mengolah makanan biasanya. Sebab, saat membuat makanan Galendo,
biasanya dibarengi dengan pengolahan pembuatan minyak kelapa.
Awal
mula terciptanya makanan Galendo, konon dari kebiasaan masyarakat Ciamis tempo
dulu yang dikenal sebagai pengrajin pengolahan minyak kelapa. Di era abad ke 18
atau saat penjajah Belanda masih berkuasa di belahan Nusantara, daerah
Kabupaten Galuh atau saat ini bernama Kabupaten Ciamis, dikenal sebagai
penghasil kelapa.
Bahkan,
saking sakralnya masyarakat Ciamis terhadap pohon kelapa, setiap laki-laki yang
hendak menikah, diwajibkan membawa kitri atau tunas kelapa yang nantinya
diberikan kepada keluarga mempelai wanita. Kitri tersebut kemudian ditanam di
pekarangan atau kebun milik mempelai wanita.
Aturan
adat warga Ciamis tempo dulu yang mewajibkan mempelai laki-laki membawa kitri
saat meminang tambatan hatinya, tentunya sebagai upaya untuk memperbanyak pohon
kelapa agar pasokan untuk bahan produksi minyak kelapa dan olahan sejumlah
makanan yang berbahan dari kelapa, bisa terus terpenuhi.
Dari
beberapa literatur sejarah masyarakat Ciamis tempo dulu, banyaknya warga Ciamis
yang terlibat dalam pengolahan minyak kelapa, sampai bisa mempengaruhi
kebijakan pemerintahan Hindia Belanda. Saat itu, jalur kereta api di rute Jawa
Selatan tidak melewati daerah Ciamis Kota. Dari Tasikamalaya, jalur kereta api
menyisir ke daerah Manonjaya, Cimaragas, Banjar dan seterusnya, tanpa melewati
Ciamis.
Karena
pada zaman itu hanya kereta api yang efektif sebagai transportasi massal,
membuat pengiriman hasil olahan kelapa, terutama minyak kelapa dari Ciamis ke
luar daerah, sering terkendala oleh masalah transportasi. Setelah adanya
aspirasi dan desakan dari masyarakat, terutama dari pengrajin olahan kelapa,
kemudian seorang tokoh adat Ciamis yang juga mantan Bupati Galuh, melakukan
lobi kepada pemerintah Hindia Belanda, agar jalur kereta api dari Tasikmalaya
dibelokan ke daerah Ciamis.
Waktu
itu pemerintah Hindia Belanda tak langsung merespons. Karena untuk membuka
jalur kereta api ke wilayah Ciamis, membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Sebab,
jika ingin membuka rute ke wilayah Ciamis, pemerintah Hindia Belanda harus
memikirkan membangun dua jembatan kereta api yang melewati sebuah lembah dan
sungai. Bentangan jembatannya pun cukup panjang dan dipastikan akan
mengeluarkan dana yang cukup besar.
Namun,
berkat hasil lobi seorang tokoh adat Ciamis yang dikenal dekat dengan
pemerintah Hindia Belanda, akhirnya sukses bisa membangun jalur kereta api ke
daerah Ciamis. Dari bergulirnya pembangunan jalur kereta api tersebut,
menghasilkan dua jembatan kereta api yang terbilang fenomenal dan hingga kini
masih kokoh berdiri.
Jembatan
itu adalah jembatan kereta api Cirahong yang melintasi lembah dan sungai curam
dan jembatan kereta api Karangkamulyan yang melintasi pertemuan dua sungai yang
keduanya memiliki bentangan yang cukup panjang.
Pabrik
Guan Hien yang dulunya sebagai tempat pengolahan minyak kelapa terbesar di
Ciamis, bangunannya kini masih berdiri. Bahkan, arsitektur bangunannya pun masih
tampak asli atau belum dilakukan perubahan. Namun sayang, pabrik minyak kelapa
Guan Hien sudah puluhan tahun tidak beroperasi.
Kini
bangunan itu hanya menjadi saksi bisu tentang sejarah masyarakat Ciamis
tempo dulu yang sering bersingungan dengan kelapa. Masyarakat Ciamis yang
bergerak pada pembuatan minyak kelapa pun kini sudah sulit ditemui. Selain
jumlah pohon kelapa yang berangsur berkurang di Ciamis, juga akibat praduk
minyak kelapa yang kini sudah dimonopoli oleh perusahaan besar.
Namun
begitu, makanan Gelendo yang pembuatannya berbarengan dengan proses pengolahan
minyak kelapa, hingga saat ini masih dilestarikan. Bahkan, di sejumlah outlet
dan toko yang menjual oleh-oleh makanan Ciamis, pasti tersedia makanan Galendo.
***
Keterangan
Foto:
Makanan
Khas Tradisional Ciamis, Galendo, menjadi saksi sejarah saat Kabupaten Ciamis
di era masa penjajahan Belanda, sebagai penghasil kelapa terbesar di pulau
Jawa. Foto: Istimewa